Thursday, August 13, 2009

Magic in Black and White

CHAPTER 1

“… Nah, begitulah. Maka kami akan membacakan mereka yang terpilih dan akan melanjutkan study bebas di dunia manusia. Yang nomornya dipanggil harap maju.” Sesepuh itu membetulkan letak kacamata bulan separonya sekali lagi sebelum kembali meneliti kertas ditangannya itu.
“Er.. 1076, Rainie Anderton. 1291, Cherry Deminie. 1411, Icella Glacy. 2205, Alexa Yosephine.”
Keempat orang yang disebut melangkah maju dan berdiri disamping tetua yang barusan membacakan nama mereka. Tak terlihat kesenangan diwajah keempat cewek tersebut, cuma wajah serius yang ditampilkannya. Tetapi berlainan dengan para murid yang melihat dibawah panggung, mereka pada bertepuk tangan meriah menyelamati mereka.
Sesepuh itu seperti tak mendengarkan, kembali melanjutkan pidato panjangnya yang –sumpah- ngebosanin banget. Akhirnya, setelah kira-kira hampir 15 menit, sesepuh itu mengakhiri juga dongengnya.
“Oke anak-anak, kembali kekelas kalian masing-masing. Kalian berempat, keruangan Madam Willow. Beliau yang akan memberikan pembinaan selanjutnya.”
“Iya, Profesor..” balas keempat cewek itu kompak lalu langsung melangkah menuju keruangan yang dimaksud, sedikit senang akhirnya terbebas dari omelan panjang lebar dari sesepuh botak satu itu.
Tampaknya Madam Willow sudah menunggu kedatangan mereka. Begitu keempat cewek itu sampai didepan ruangan dengan tataan dua buah pilar api di kiri kanan pintu putih lebar, terdengar suara ceklik pelan dan pintu terbuka sendiri. Keempat cewek itu beruntun masuk dan mendapati seorang wanita tua dengan jubah putih panjang dan topi kerucut sewarna tengah berdiri membelakangi mereka dan menatap keluar jendela besar yang menghadap kearah hutan kelam.
Begitu keempat orang itu masuk, pintu kembali tertutup dibelakang mereka dengan suara decitan pelan dan wanita tua itu berbalik menghadap ke mereka.
“Ah, kalian sudah datang.. Duduklah..” wanita tua itu memunculkan tongkat sihirnya dan melambaikannya sekali dengan gerakan anggun. Mendadak dari udara kosong muncul sinar redup yang melebar kemudian membentuk empat buah kursi berlengan empuk, dan mendarat ringan didekat keempat cewek itu, “Kurasa kalian pasti sudah tahu kenapa kalian dipanggil kesini. Betul, untuk membahas soal study bebas kalian didunia manusia.”
Keempat cewek itu cuma duduk dalam diam membiarkan wanita itu berbicara sendiri tanpa menginterupsi sedikitpun.
“Nah, kurasa tidak perlu berbasa basi lagi kenapa kalian yang terpilih karena ini merupakan pertimbangan dan keputusan kami para sesepuh. Yang perlu kalian tahu hanyalah tugas kalian didunia manusia,” Madam Willow berhenti sebentar untuk memperhatikan perubahan mimik wajah keempat orang itu kemudian melanjutkan lagi, “Tugas kalian didunia manusia tidaklah susah, malahan sangat mudah. Kalian cuma harus terus berlatih sihir disana, dikeadaan yang berbeda dengan didunia sihir, dengan harapan sihir kalian akan mengalami peningkatan.”
“Begitu saja..??” ujar seorang cewek yang bergaya girly tanpa sadar, yang diiyain Madam Willow dengan anggukan pelan sekali.
Keempat cewek itu sekali lagi mengheningkan cipta. Pikiran-pikiran berkecambukan dipikiran mereka masing-masing. Sedangkan Madam Willow kembali meneruskan.
“Alexa, Cherry, Icella, Rainie,” keempat cewek itu mengangkat kepala dan menatap Madam Willow dengan tatapan serius, “Kalian sebagai perwakilan dari suku api, tanah, air, dan udara yang tahun ini akan menuju kedunia manusia harus tahu bahwa status kalian sebagai penyihir harus selalu dirahasiakan dari para manusia. Dan juga, perjalanan kalian ini bertujuan untuk menetap, bukan tour seperti yang sering dilakukan academia kalian, jadi jangan menganggap terlalu santai karena kalianlah yang harus mengurusi diri kalian sendiri. Yah tentu, meskipun ini adalah utusan dari kami, tetapi jika kalian merasa tidak cocok dengan dunia manusia, Natwerland akan selalu sedia untuk menerima kepulangan kalian kembali.”
Keempat cewek itu bertukar pandang sekali kemudian kembali menatap Madam Willow, yang membalas tatapan mereka dengan muka serius yang tampak kelelahan.
“Er.. Madam..” seorang cewek dengan wajah manis mengangkat tangannya dengan ragu-ragu.
“Ya?”
“Er, kemana tujuan kami?” tanya cewek itu, Alexa, dengan lebih mantap begitu menyadari kalau ia boleh bertanya.
“Kalian bebas memilih tujuan kalian.”
“Apakah kami bebas menggunakan sihir disana?” tanyanya lagi.
“Ya, asal tidak membocorkan rahasia dunia sihir. Saya ingatkan sekali lagi, status kalian sebagai penyihir harus selalu dirahasiakan dari para manusia. Jika tidak, kalian akan dihukum karena dianggap telah membocorkan rahasia dunia sihir. Yah tentu saja tidak termasuk sebagai pembocoran rahasia dunia sihir jika merupakan perintah dari kami para sesepuh atau dari dewan sihir, dan juga tidak termasuk pembocoran jika kalian tid- ya, Miss Anderton?” Madam Willow tampaknya tidak terlalu senang karena penjelasannya diinterupsi oleh angkatan tangan dari seorang cewek berambut sebahu yang duduk disamping Alexa.
“Er.. Ma’am, bagaimana kalau kami tidak sengaja membocorkannya..?” tanyanya takut-takut begitu melihat cuping hidung Madam Willow sudah kembang kempis menahan marah.
“Saya baru akan menjelaskan bagaimana kalau tidak sengaja tepat sebelum anda menginterupsi saya.”
Sedikit buncaran merah muncul dikedua pipi Rainie. Dengan malu-malu diturunkannya tangannya, sedangkan Madam Willow kembali melanjutkan seakan tak ada interupsi sedikitpun tadi, “Tidak termasuk pembocoran rahasia dunia sihir jika kalian tidak sengaja membocorkannya, atau jika pemberitahuan rahasia dunia sihir kepada manusia dengan alasan yang dapat diterima dan tanggung jawab penuh dari pihak pemberi informasi. Tentu kami para sesepuh dan dewan sihir mengharapkan kalian dapat menangani sendiri jika terjadi pembocoran baik dengan mantra, jampi, ramuan atau lainnya sebelum kami bertindak.”
“Apakah kami wajib menghapus ingatan mereka? Tak adakah keringanan atau perizinan sedikitpun?” tanya Alexa, tampaknya tak terlalu setuju akan aturan para sesepuh.
“Yah, sebenarnya tidak wajib. Jika kalian mempercayai pihak manusia yang kalian beri informasi, kalian tidak wajib untuk menghilangkan ingatan mereka. Ada lagi yang mau ditanyakan?”
Wanita itu memandangi keempat cewek yang duduk didepannya itu satu persatu, dan pandangannya terhenti di cewek yang berambut panjang, yang menatapnya dengan tatapan tenang dan mengangkat sebelah tangannya.
“Ya, Ice?”
“Madam, apa didunia manusia terdapat fasilitas sihir?”
“Tentu. Seperti toko sihir, transportasi sihir, perangkat-perangkat sihir, dan lainnya yang bisa kalian lihat di wizard explain book. Yah, meskipun begitu kami tetap berharap kalian dapat tidak terlalu bergantung pada fasilitas sihir yang ada. Ada lagi?”
Keempat cewek itu kembali bertukar pandang sekali lagi sebelum kompak menggeleng pelan.
“Oke, kalau begitu kalian bersiap untuk perjalanan ke dunia manusia dua hari lagi. Sekarang, selamat melanjutkan pelajaran kalian.”
Madam Willow kembali menghadap kearah jendela, sedangkan keempat cewek itu cuma berjalan gontai keluar dari ruangan berdesain putih itu.
Wanita tua itu tahu betapa beratnya untuk menjadi perwakilan study bebas itu dan sejujurnya ia tak tega untuk melihat wajah sedih keempat muridnya itu, tapi ini udah jadi konsekuensinya…

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Keempat cewek itu berjalan gontai kekelas mereka. Sudah 16 tahun mereka tinggal di Natwerland yang dihuni oleh 4 suku, suku api, tanah,air dan udara dan tiap setahun sekali, para sesepuh akan memilih 4 orang penyihir sebagai perwakilan tiap suku yang mereka rasa cocok dan terampil untuk pergi kedunia manusia. Padahal dulunya sebelum diumumkan siapa-siapa saja yang terpilih, mereka berharap banget kalo merekalah yang bakal terpilih karena itu juga bisa jadi predikat penyihir yang hebat. Tapi sekarang, keadaan benar-benar diluar dugaan mereka. Berat rasanya menerima kenyataan kalau mereka harus meninggalkan keluarga dan teman mereka cuma untuk melanjutkan study didunia manusia.
Tempat tinggal mereka adalah dunia Natwerland, atau yang dikenal juga dengan dunia sihir putih. Mereka menggunakan sihir dengan cara memunculkan tongkat chrisshine (tongkat kristal yang hanya dimiliki oleh para penyihir Natwerland yang merupakan kekuatan sihir yang dibawa sejak lahir, dengan lambang dan bentuk berbeda untuk tiap suku) dari tangan kanan, dan melakukan sihir dengan cara membatinkan efek sihirnya serta diperlukan konsentrasi penuh.
Selain Natwerland, ada juga sebuah dunia sihir lainnya, Hogsmint. Berbeda dengan Natwerland, Hogsmint terkenal sebagai dunia sihir hitam. Para penyihir Hogsmint memiliki tongkat dari ranting eksplirius (pohon peri yang memiliki kekuatan sihir misterius) yang disebut dengan tongkat eksplipsie, dan mereka melakukan sihir dengan mengucapkan ataupun membatinkan mantra-mantra sihir.
Mengenai dunia sihir putih dan hitam bukan berarti baik dan jahat. Tetapi dunia sihir putih karena Natwerland dipenuhi serbuk peri yang putih cemerlang dan benda-benda yang kebanyakan terdiri dari kristal putih, dan ‘trade mark’ Natwerland adalah penyihir dengan jubah putih, dan efek sihir yang berupa kilatan sinar putihnya.
Sedangkan Hogsmint adalah dunia sihir yang dipenuhi pearl perak dan serbuk perak yang berpadu dengan cahaya aurora pada langit malamnya, serta sihir yang berefek kilatan perak dari para penyihir berbusana resmi hitamnya.
Meskipun kedua dunia sihir ini terkesan ‘black and white’, tapi mereka adalah dunia sihir yang akur. Banyak penyihir dari kedua dunia tersebut yang berkait hati (istilah pernikahan dalam dunia sihir) sehingga muncul penyihir darah campuran yang ada kemungkinan dapat menguasai ilmu sihir kedua dunia. Meskipun terkesan dengan menguasai sihir kedua dunia maka penyihir darah campuran akan lebih hebat, tapi kenyataannya banyak penyihir darah murni dan gabungan yang mampu melakukan sihir yang lebih spektakuler dibanding para penyihir darah campuran ini.
Penyihir darah murni adalah penyihir yang orang tuanya dari satu dunia sihir yang sama, yang dibagi menjadi pure hogsmint dan pure natwer. Sedangkan penyihir darah gabungan adalah yang salah satu orang tuanya adalah penyihir, dan yang lainnya adalah muggic –dibaca: majik-(istilah untuk manusia biasa yang bukan penyihir). Dan tentu ada juga penyihir baik darah campuran, murni, maupun gabungan yang tidak dapat melakukan sihir karena sebab tertentu yang dikenal sebagai penyihir archea.
Dalam penyihir, terkadang, dan cukup jarang, terdapat penyihir yang menguasai garmus –merupakan kemampuan yang secara alami terkandung dalam diri sedikit penyihir untuk menguasai kekuatan dari elemen tertentu, merupakan jenis kemampuan sihir kuno tanpa menggunakan alat sihir-. Garmus-garmus ini terbagi menjadi elementogarmus (penguasa elemen), injurygarmus (penyerangan), dan recovigarmus (penyembuhan).
Keempat cewek itu bertukar pandang sekali dalam diam. Tampaknya tak ada yang sanggup berucap lebih, yang ada cuma tatapan dalam dan lirih. Setelah itu, masih dengan gontai mereka melangkah masuk kekelas mereka masing-masing, yang langsung disambut dengan tepuk meriah dari teman-teman mereka…
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

“Jadi kita lewat situ…?” tanya Cherry, tampak sedikit takjub.
“Yupz.. Without a doubt,” balas Alexa ringan, tetapi ketiga orang lainnya tampak menelan ludah ngeri.
“Er.. Emank caranya gimana…?”
“Yah.. Kamu cuma perlu jalan kearah dinding itu, lalu batinin tujuannya, en… Ta da! Kamu sampai ditujuan deh. Gitu aja, praktis kan?” jelas Alexa dengan begitu meyakinkannya.
“Masa’?”
Dengan tatapan menilai ketiga cewek lainnya memperhatikan dinding yang dimaksud Alexa. Tampaknya kurang meyakinkan…
Didepan mereka terdapat sebuah ‘pembatas’ yang bisa disamain lha ama dinding. Bedanya, kalo dinding padat, sedangkan didepan mereka itu gak jelas ntah padat, cair, apa gas. Gimana ya sensasinya ngelewatin benda gak jelas gitu??
“Udah lha, kalian nih gak percaya kali lho ama aku. Percaya deh, gak bakal napa-napa kok!” Alexa masih berusaha meyakinkan ketiga temannya itu.
Setelah bertukar pandang sekilas, ketiga orang itu cuma bisa mendesah pelan lalu ngangguk pelan mengiyakan. Siapa suruh gara-gara tadi lama-lama pisahannya ma teman-teman mereka, mereka jadi ketinggalan transportasi kedunia manusia sehingga sekarang harus mencari cara lain kedunia manusia.
“Oke deh, mau gimana lagi,” ujar Ice sedikit pasrahan.
“Gak ikhlas kali deh… Hehe.. Yah udah, sekarang kita tentuin lha mo pergi kemana. Kita kan gak bisa pergi tanpa tujuan gitu…”
“Er… Gimana kalo Sydney? Kota kunjungan academia kita kemarin tuh…” usul Rainie yang langsung dibantah oleh Ice.
“Rainie, ingat, kalau tujuan kita kali ini adalah untuk menetap, bukan seperti tour yang sering dilakukan oleh academia kita,” Ice mengutip kata-kata yang pernah diucapkan oleh Madam Willow itu.
“Kalo New York? Katanya itu kota terbesar didunia manusia …” gantian Cherry yang mengusulkan.
“Terlalu beresiko, cari yang normal-normal aja,” bantah Ice lagi.
“Hm.. Gimana kalo Jakarta?” Alexa yang sejak tadi diam ikutan ngusulin.
“Kota paan tuh?”
“Iya, iya… Keren gak??” Rainie menimbrungi keingintahuan Cherry, yang membuat Alexa mendengus kesal sebelum menjawab.
“Aduh Rainie! Kalo mau keren, tuh tinggal aja tuh di dunia Black, keren kali tuh, yakin!”
“Ihhh… Gak deh…!” balas Rainie langsung, membuat Alexa terkekeh pelan sebelum kembali menjawab pertanyaan Cherry tadi, “Jakarta tuh… tempat keluargaku kalo lagi ada perjalanan kedunia manusia. Kurasa disitu cocok, soalnya kan lebih praktis karna udah ada rumah mum ma dad aku disitu.. Gimana Ice?”
Ice yang ditanyai pendapat cuma berpikir sebentar sebelum mengiyakan.
“Boleh lah, makin praktis makin bagus,” ujarnya.
“Oke! Ice stuju, Cherry no comment, Rainie oke, so.. Jakarta, we’re coming!!” teriak Alexa rada histeris.
“Iya, kedengarannya lumayan tuh Cakata,” Rainie manggut-manggut sok serius.
“Jakarta Miss Lemot, bukan Cakata!” Cherry membantu keharusan Alexa untuk meralat ucapan Rainie, yang langsung dibalas dengan manyunan dari Rainie.
“Haha… Udah lha, udah! Yuk, pergi sekarang aja,” ujar Alexa berusaha mendamaikan Cherry ma Rainie yang kayak ‘Tom and Jerry’ itu.
“Iya nih, lama-lama lagi keburu malam nanti! Dan Jakarta…” Ice berjalan mendekati jam pasir yang tergantung tinggi dekat dinding bukan cair bukan gas itu dan merentangkan jari-jari tangan kanannya. Mendadak dari arah telapak tangan Ice muncul sinar redup yang kemudian memanjang dengan cepat membentuk sebuah tongkat, makin redup, lalu berkelip sesaat dan mati, digantikan dengan sebuah tongkat kristal kurus panjang yang seperti berisi aliran-aliran tipis air tiris yang mengalir pelan dalam alur spiral, tergeletak manis ditengah telapak tangan Ice.
Ice mengangkat tongkat itu dan menunjuk mantap kearah jam pasir dan menggumamkan pelan kata ‘Jakarta’.
Jam pasir itu dengan cepat bertransformasi menjadi sebuah jam dinding klasik dengan jarum-jarum tipis emas yang menunjuk angka 10 dan 12, dan sebuah jam pasir kecil, yang berada ditempat seharusnya lonceng panjang berada, terus menjatuhkan pasir-pasirnya yang sudah sedikit ketumpukan pasir yang menggunung disisi bawah.
“Wow.. Ternyata disitu udah malam duluan…” Alexa yang ikutan memperhatikan jam itu bergumam pelan.
“Makanya,” ujar Ice, memunggungi jam yang udah kembali bertransformasi kebentuk awalnya dan kembali menghadap kearah teman-temannya, “Kita mesti buruan kalo masih mau tidur.”
“Iya, iya… Ya udah, sekarang aja kita perginya. Ingat, kalian tinggal jalan kearah dinding itu lalu pejemin mata sambil membatinkan nama Jakarta dan terus jalan. Jangan buka mata sebelum ngerasa udah ngelewatin dinding itu. Oke, aku duluan dan yang lainnya nyusul. Ice, kopernya tolong kamu aja yang bawa ya,” seiring instruksi terakhirnya itu, Alexa melangkahkan kakinya kearah dinding bukan cair bukan gas itu, dan seketika seakan ditelan, Alexa lenyap dibalik dinding, meninggalkan dinding yang beriak pelan itu.
“Oke, kalian dulu, aku belakang,” kata Ice sambil menyihir agar keempat koper gede itu terangkat dan melayang beberapa senti dari tanah. Rainie dan Cherry cuma menggangguk pelan kemudian seperti Alexa, menghilang dibalik dinding tak jelas itu.
Ice mengacungkan chrisshinenya kearah keempat koper itu lalu berkonsentrasi. kilatan sinar putih muncul dari ujung chrisshine Ice dan mengenai keempat koper itu, membuatnya terangkat setengah meter dari tanah.
Setelah memastikan koper-koper itu sudah mantap dibawah kendali sihirnya, Ice melangkah pelan kearah dinding itu. sambil memejamkan mata, dia membatinkan nama Jakarta kemudian berjalan pelan kearah dinding.
Sensasi yang aneh, serasa menembus air terjun, dihujani bergalon-galon air dan dingin, bedanya cuma yang ini tidak basah, cuma terasa dingin dan lembab. Badannya terasa berat seiring tiap langkahnya, tapi Ice masih tetap berusaha untuk melangkah maju sambil tetap konsen akan nama Jakarta dan koper yang melayang disampingnya itu.
Belum genap 5 langkah, bulu kuduknya meremang. Perubahan suhu yang begitu mendadak membuatnya merinding, udara panas menerpa wajah dan badannya, lain banget akan suhu ketika dia melewati dinding tadi.
Ice membuka matanya dan mendapati pemandangan gang kecil dengan sampah-sampah bungkus semen dan bebatuan besar dengan debu-debu serta pasir-pasir menghiasi lantainya. Ketiga temannya memencar disepanjang gang kecil itu dan tampaknya sedang mengamati tempat mereka dimana mereka barusan muncul.
“Lex, yakin kita udah sampai di Jakarta?” tanya Cherry, akhirnya tak tahan untuk menyuarakan pertanyaannya itu.
“Ntah ya, aku gak terlalu yakin sih… Beda ma yang biasanya aku sampai..” ujar Alexa sedikit berbisik, tampak sekali kalau dia juga ragu akan tempat mereka berada sekarang ini.
“Jangan bilang kalo kita nyasar ya…” ujar Rainie takut-takut.
“Ya udah, kita gak nyasar,” ucap Alexa ketus, merasa disalahkan.
“Lho, yakin kita gak nyasar?” tanya Rainie lagi.
“Kamu sendiri yang bilang jangan bilang kalo kita nyasar, ya udah, aku bilang gak nyasar aja!” balas Alexa sedikit panas.
“Udah, udah. Kami gak ada maksud nyalahin kamu, Lex. Jangan ngerasa. Sekarang gimana?” kata Ice bijak.
Semua terdiam, tampak sama-sama berpikir keras, sampai Ice kembali bersuara memecah keheningan.
“Lex, bisa periksa wizard explain book?”
“Oh iya, explain book ya! Bego amat aku sampe lupa. Benter benter…” Alexa memunculkan chrisshinenya, yang berbentuk kurus panjang dan seperti berisi lidah-lidah api putih kecil yang berkilat dan beriak-riak seiring tiap gerakannya, dan mengetuk sekali udara kosong didepannya sambil bergumam pelan.
Mendadak dari udara kosong didepannya itu muncul seleret cahaya redup yang membentuk menjadi sebuah buku tebal dan terbuka pada halaman tengahnya setelah halaman-halamannya berbalik dengan cepat, kemudian jatuh berdeham keras pada tumpukan koper yang diletakkan Ice.
Keempat cewek yang tadinya cuma mandangin buku itu kerja sendiri dengan tatapan takjub, mendekat mengerumunin buku itu sambil menelitinya.
“Tuh kan, Jakarta… Tandanya kita gak nyasar,” ujar Alexa senang sambil menunjuk judul yang ditulis dengan gaya kuno,kurus-kurus dan miring artistik.
“Ini kita?” Cherry ikutan nimbrung bicara sambil jarinya menunjuk kearah 4 buah titik mungil diujung salah satu perempatan yang mengarah ke jalan buntu.
Ketiga orang lainnya semakin merapat dan memperhatikan yang ditunjuk Cherry.
“Kayaknya iya deh… Kan pas jumlahnya, 4..” ucap Rainie.
“Er… Lex, seingatku kata Mam Willow yang ditunjukkan buku ini hanya yang berhubungan dengan sihir aja kan?..” tanya Ice dengan nada rendah hampir menyerupai bisikan, “Jadi kalo yang ada cuma hal-hal tentang sihir, dan titik mungil ni berarti penyihir, itu tandanya… Ini… 5 orang penyihir..?” jari Ice menelusuri sebuah jalan diujung kanan peta dan berhenti di 5 buah titik kecil yang tampak bergerak-gerak pelan.
Ketiga orang lainnya ikutan mengamati ujung jari Ice.
“Masa…? Kok aku gak tau kalo disini ada penyihir? Padahal kan hampir tiap tahun aku liburan disini… Kok bisa sih…?” gumam Alexa terlebih kepada dirinya sendiri.
“Iya nih… Jadi gimana donk, pindah kita?”
“Aduh, masa mau pindah? Aku udah capek nih, pengen cepet-cepet tidur,” keluh Rainie.
“Em.. Kurasa kita gak perlu pindah, tetap aja disini. Apa peduli kita kalo sini ada penyihir apa ngak? Yang penting kita gak berhubungan ama mereka…” ujar Ice, menjawab pertanyaan Cherry tadi.
Semua terdiam sebentar sebelum manggut-manggut pelan, “Oke deh, sekarang kita harus keluar dari gang ni dulu dan cari rumah mum ma dad aku. Aku udah capek banget ni…” Alexa berjalan dengan sedikit hati-hati melintasi bebatuan yang tersebar dilantai dan mendekati ujung gang. Setelah celingak-celingukan sebentar, Alexa kembali berjalan kearah ketiga temannya itu.
“Aman, gak da orang,” lapornya.
“Oke, sekarang lepas jubah kalian dan masukan dalam koper. Kita bakal jalan kerumah Alexa, kalo pake jubah terlalu mencolok,” instruksi Ice yang langsung dipatuhi oleh teman-temannya.
Setelah dipastikan semua koper sudah tertutup rapi setelah jubah mereka masing-masing menghuninya, keempat cewek itu menjinjing kopernya masing-masing dan berjalan keluar dari gang kecil itu, sambil menelusuri trotoar jalan kearah rumah Alexa…

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

“Nah, sampai…!”
Alexa duluan berjalan kearah pagar tinggi yang membatasi halaman rumah itu dengan jalanan diluarnya dan memunculkan chrisshinenya sembunyi-sembunyi.
“Unlocktosius..”
Terdengar suara gemericik pelan rantai beradu dengan besi, kemudian pagar tinggi itu bergeser terbuka sedikit.
“Masuk…” Alexa sebagai tuan rumah mempersilahkan ketiga temannya yang masih sedikit termenung natapin bangunan dibalik pagar itu masuk dengan nada riang nan ramah.
Sesampai keempat cewek itu didepan bangunan tinggi yang dikaguminya tadi, Rainie langsung menyamperi pintu kayu bergaya klasik itu. Rainie memunculkan chrisshinenya, yang bening dan seperti berisi angin topan berwarna bening putih yang berpusar pelan ditengahnya, dan menunjuk mantap kearah pintu bandel itu.
Seleret sinar putih muncul dari ujung chrisshine Rainie dan tepat menghantam daun pintu. Sejenak, tampaknya pintu itu siap untuk terbuka, tetapi setelah lewat 2 detik, pintu itu tetap bergeming.
“Lha? Sihirku gak mempan??” Rainie aneh sendiri, kok bisa sih sihirnya gatot gini?
“Ya iya lha, Ren. Kuncinya pake sihir khusus, old wizard. Sini lah, biar aku aja. Mumpung aku tau mantranya..” Rainie bergeser dari depen pintu dan membiarkan Alexa bisa mengacungkan chrisshinenya tepat kearah pintu.
“Khayliousa..” sebuah kilatan sinar putih meluncur dari ujung chrisshine Alexa dan tepat mengenai tempat seharusnya lubang kunci berada.
Kyeet… Dbum…!! Pintu terbuka pelan dan menghantam tembok dibelakangnya, membuat ruangan gelap yang tadinya tertutupi sekarang go public.
“Cool… Aku emank selalu suka ma old wizard Hogsmint… Keren!” ujar Ice sedikit berbinar melihat sihir yang barusan dilakukan Alexa.
“Haha… Old wizard Natwerland lebih keren! Udah lha, masuk yuk. Aku udah ngantuk banget ni…” Alexa mendahului yang lain masuk kedalam ruangan gelap itu dan dengan santainya mengacungkan chrisshine yang belum disimpannya itu kearah lampu.
“Inversio…”. Ruangan itu terang seketika begitu Alexa selesai mengucapkan mantranya.
“Wuah… Kangen… Kamar diatas, kalian pilih kamar sendiri aja,” Alexa menaiki tangganya dengan langkah-langkah besar dan seketika sudah mencapai lantai 1 lalu memasuki salah satu kamarnya.
“Wah, gak nyangka dalamnya lebih keren! Aku mau kamar yang ini!!” Rainie ma Cherry berebutan naik tangga dan kemudian mencapai kamar pilihannya masing-masing.
Ice yang melihat itu cuma berdecak pelan sambil geleng-geleng kepala. Tapi ketika dia mau naik tangga juga, mendadak ia tersadar.
“Woi, kopernya gimana!?” teriaknya kearah kamar-kamar yang belum ditutup pintunya itu.
“Urusin, tolong!!!” balas ketiganya ikutan teriak tanpa ada usaha untuk keluar kamar.
“Tapi kan kopernya masih dilu-…”
“MAKASIH!!!!!!!!” barengan lagi ketiga lainnya teriak, memotong Ice yang baru mau menyatakan beribu keberatannya.
“Teganya..!!” teriak Ice dengan muka cemberut.
Tak terdengar teriakan balasan lagi, cuma terdengar cekikikan dari kamar atas dan suara decitan kasur yang ditimpa beban 1 ton (lebai…).
Akhirnya, sambil menggerutu pelan Ice kembali keluar dari rumah dan mencapai luar pagar tinggi itu.
“Busyet. Bawa apa aja sih mereka?! Beret amat… Mana kopernya letak luar pagar lagi, gak bisa pake sihir,” Ice menggerutu sendiri sambil mengangkat koper-koper itu kedalam rumah. Sedangkan ketiga cewek lainnya sudah dengan santainya menikmati berbaring diatas kasur mereka yang empuk…

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

1 comment:

vanilla said...

waw waw
hmm mari q prediksi hmm nie penulis pasti orang yg asyik and santai. dari penggunaan bahasa gaul, jalan cerita, mpa cara reaksi karakter ,,, semmuuuuaanya asyik and santai :D nice ^.~
ah, bakal nge-fan nih :D