Thursday, October 8, 2009

Bittersweet Love for Bizarre Dio

Lagi-lagi, Steffy melihat ke seluruh penjuru kelas mencari sosok jangkung yang berambut spike belakang pendek. Anak baru yang selalu bergaya santai dengan berpenampilan trend tiba-tiba muncul di hadapannya pagi ini dengan senyum yang amat memikat. Steffy harus mengakui bahwa dirinya tergila-gila dengan gaya anak baru melihat papan tulis dengan serius, berjalan dengan santai, tersenyum tipis dan berbicara dengan suara barito itu. Tapi dia tidak berniat berbicara dengannya seperti seorang teman sekelasnya yang berdandan terlalu berlebihan, mendekati anak baru dengan senyum penuh kepercayaan diri, tapi yang diperolehnya hanya satu isyarat tangan berhenti.
Setelah menghabiskan beberapa menit menelusuri kelas, akhirnya Steffy menyerah dan memutuskan untuk mengikuti sahabat karibnya ke kantin. Jarang Steffy ingin menunda waktu ke kantin dengan berada di kelas yang dipenuhi wanita berdandan tidak tepat pada tempat itu. Bagi Steffy, satu-satunya manusia dalam kelas hanya sahabat karibnya yang suka bermalu-malu yang sekarang berada di sisinya ini. Atau mungkin, mereka berdualah yang alien. Yang jelas, Steffy tidak merasa berbangsa satu dengan teman sekelasnya.
“Steffy?”, Steffy membalikkan wajahnya ketika dia mendengar sebuah suara yang enak didengar menyebut namanya dari arah belakang.
“Steffy!! Aku tahu itu kau!”, seseorang memeluknya dengan possessive setelah beberapa detik Steffy dan orang itu saling berpandangan, dan muncul dua buah kata dalam hati Steffy, “Anak baru!”
“A… apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!”, Steffy mendorong orang itu sebelum orang itu mendengar degup jantungnya yang cepat. Orang itu menghempaskan diri di kursi terdekatnya lalu menyandar dagu dengan tangan kirinya tanpa melepaskan pandangan pada Steffy.
“Mengapa kau bisa tahu namaku?”, Steffy menampilkan wajah ketus sambil menyerup jus orangenya walau dia ingin tersenyum saat itu.
“Katakan ini bohongan! Bagaimana kau bisa melupakan ku, Steffy?”, orang itu dengan wajah khawatir meraih bahu Steffy. Dia nyaris membuat Steffy menyebur jus orangenya keluar dengan tindakan di luar dugaan seperti itu.
“Apa maksudmu? Siapa kau?”, Steffy memandang pada orang itu dengan ketakutan.
“Aku! Dio! Pacarmu dulu, Dio”, orang itu mengguncang pelan bahu Steffy. Steffy meneliti wajah orang itu dengan seksama, mencari jejak Dio di wajah anak baru itu, dan Steffy mendapatkan kesamaan yang sempurna.
“Dio? Bagaimana kau bisa di sini?”, Steffy berteriak senang.
“Kita sudah lama bahkan tidak pernah bertemu lagi sejak aku pindah sekolah. Aku benar-benar bersyukur bisa melihat mu lagi”, Dio menyandar kursi lalu meraih jus orange dan menyerupnya. Teman karib Steffy mengerutkan kening tidak setuju setelah melihat bagaimana orang itu menjulur tangannya mengambil jus orange Steffy.
“Hey, itu jus…”, sebelum teman karib Steffy melanjutkan ucapannya, Steffy memotongnya dengan berkata, “Oh, ya! Apa katamu tadi? Pacar? Sejak kapan kau menjadi pacarku?”, mungkin Steffy bahkan tidak mendengarnya.
“Bukankah kita sering bermain rumah-rumahan dan aku selalu menjadi suamimu?”, Dio tersenyum jahil sambil melakukan gaya khasnya, menyandar dagu dengan tangan kiri.
“Itukan bermain”, jawab Steffy singkat sambil mencari jus orange yang tiba-tiba saja sudah tidak berada di depannya.
“Hey! Kau meminum jusku?” Steffy berteriak melihat jus orangenya berada di tangan Dio.
“Oh ya? Maaf. Tapi ini bukan masalah, kau bahkan pernah menjadi istriku”, Dio tersenyum lagi sambil menyondorkan jus pada pemiliknya.
“Aku pergi beli yang baru”, Steffy bangkit dan berjalan pergi yang dibuntuti Dio sambil berteriak, “Sini ku belikan untukmu sebagai gantinya”. Mereka dua pergi begitu saja, meninggalkan sahabat karib Steffy itu duduk kebingungan sendirian.
* * *
“Steffy!!”, tiba-tiba Steffy mendengar sebuah suara yang amat dikenalnya dari luar sekolah. Segera Steffy melihat ke arah sumber suara. Benar saja, Dio di sana. Tapi dia malah berjongkok melihat lurus ke arah jalan dengan tangan terjulur ke bawah, menanti seekor anjing putih kecil berlari ke arahnya dengan semangat. Steffy berjalan dengan langkah besar menuju Dio.
“Maaf, harap Anda bisa merubah nama anjingnya”, Steffy berbicara dengan tegas sambil meneliti raut wajah terkejut Dio yang meneriaki namanya dengan nada tidak percaya.
“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud begitu. Ini hanya…”, Steffy tidak menunggu Dio menghabiskan kalimatnya, dan berjalan pergi sambil berkata, “Jangan ikuti aku”.
Dengan patuhnya, Dio segera berhenti, menatap pada punggung Steffy yang berjalan dengan langkah besar. “Ah… Steffy, kau marah lagi…. Kecepatan marahmu tidak pernah berubah sejak dulu. Masih begitu manis”, Dio tersenyum setelah mendesah dengan wajah pasrah sambil mengangkat anjingnya ke depan mata.
Dengan marah, Steffy menarik sebuah buku yang berjudul “Positive Thinking” sambil berharap di dalamnya memuat kalimat yang mampu meredakan amarahnya pada Dio yang menamai anjing dengan namanya dengan alasan yang mampu dicerna otaknya.
“Maaf, Steffy. Aku mengganggu?”, Steffy menduga jantungnya tidak ada tepat pada detik dia melihat seseorang berwajah keras, tersenyum padanya.
“K…kak Frank??”, Steffy nyaris berteriak. Kak Frank adalah kakak kelas Steffy yang pernah berhasil meraih emas model di sekolahnya. Mungkin hanya alien asli yang tidak menyukai Frank.
“Begini… aku mempunyai sedikit masalah. Kau bisa membantuku di rak ujung sana?”, orang itu masih tersenyum dengan lembut.
Sementara itu, Dio menghabiskan beberapa menit hanya berlari di sekiling sekolah dan dengan tidak sengaja melihat bagaimana Steffy menjawab dengan anggukan kepala yang cepat, bagaimana mereka berdua bercanda-tawa sepanjang jalan menuju perpustakaan, dan meneliti keadaan perpustakaan yang sepi. Dio mengamati Steffy yang gugup berada di samping kakak kelas yang dipanggil ‘kak Frank’ oleh Steffy. Padahal sebelumnya dia begitu ingin berlari menerobos kaca jendela, hanya untuk mengucapkan sebuah kata maaf. Tapi semua itu berhenti ketika di sudut matanya muncul seseorang yang datang dengan senyum ramah di sebelah Steffy.
Belum sempat Steffy mengetahui apa masalah yang dihadapi kakak kelasnya itu. dalam hitungan satu detikan, Frank sudah meraih Steffy. Baik Dio maupun Steffy menghentikan nafas menunggu detik berikutnya. Terdapat jeda yang lama sebelum terdengar Frank berkata, “Steffy, aku menyukai mu” yang membuat jantung Steffy berdegup kencang.
Dio berjalan, meninggalkan jendela dimana dia melihat adengan Steffy dan Frank. Dio bahkan tidak lari atau berlindung dari hujan. Dia tidak peduli apa akibat dari membiarkan hujan membasahi rambut, wajah dan sekujur tubuhnya. Sepanjang jalan benaknya memutar kembali gambar Steffy dan Frank berpelukan bagai kaset yang tersangkut dipertengahan bagian yang paling mengecutkan hatinya.
Setelah kejadian itu, Dio tidak pernah lagi berdiri di depan Steffy lebih dari 1 menit. Setiap kali Dio pasti berlari pergi sambil berkata, “Maaf, aku ada tugas lain”, lalu meninggalkan Steffy sendirian. Ini sudah kesekian kalinya Dio melakukan hal yang sama. Steffy merasa terganggu dengan tanggapan seperti itu. Jadi kali ini Steffy bertekad membuntuti Dio. Ternyata Dio berlari ke gerbang sekolah. Steffy dapat melihat anjing putihnya yang diikat tidak jauh dari gerbang.
“Nih, untukmu”, Dio meletakkan sebuah roti strawberry di atas tanah. Anjing itu melahap roti sambil mengoyang-goyangkan ekornya yang pendek. Steffy mengagumi kebebasan yang dimiliki laki-laki seperti kebebasan yang dimiliki Dio untuk duduk begitu saja di atas pembatas tanaman. Sedangkan dia harus menahan malu bersembunyi di belakang gerbang sekolah.
“Steffy…”, tiba-tiba saja Dio menjatuhkan kedua tangan yang menggenggam roti coklat ke atas kakinya. Steffy menajamkan telinga mendengar kelanjutan kalimatnya. Nadanya terdengar lemah.
Sambil mengelus kepala anjingya, Dio kembali mengangkat tangan untuk melahap rotinya. Steffy nyaris berteriak, “Mengapa kau tidak mengatakan apa-apa? Lelaki seperti apa kau?”, tapi Steffy mengurungkan niat itu dengna seluruh tenaga yang dia miliki.
Saat Steffy ingin berdiri, dia mendengar Dio menyambung, “Kau pasti sangat menyukai Frank”, kalimat itu berhasil membuat Steffy membalikkan badan dengan terkejut.
“Bagaimana aku bisa menyukaimu?”, tiba-tiba terdengar suara Dio setelah sekian lama keheningan. Steffy terbelalak kaget sambil mengharapkan kekuatan untuk berdiri.
“Aku tidak menyukainya. Sebenarnya aku tidak menyukainya. Kau bisa mengatakan bahwa aku seorang alien atau aku memang sudah gila. Aku juga tidak ingin mempercayai itu tapi aku tidak menyukainya”, Steffy tidak mengubris lagi satpam yang memandangnya seakan dia alian yang jatuh ke bumi pada saat yang tepat saat dia bersembunyi tadi. Yang diketahuinya hanya memberi tahu Dio semuanya, semua perasaannya.
Dio seketika mendaratkan anjingnya ke tanah sambil mencari sumber suara. Akhirnya dia dapat mematahkan keraguan akan orang yang ditebakannya. Steffy berdiri di belakang gerbang sambil menatapnya dengan wajah sedih. Dio mengutuk dirinya sendiri telah membuat Steffy menunjukkan wajah seperti itu untuk kedua kalinya setelah yang pertama kali ketika dia berpisah dengan Steffy di depan rumahnya untuk pergi ke bandara.
“Steffy, maafkan aku. Aku tidak bermaksud membu…”, Dio segera berlari ke depan Steffy dan mulai menjelaskan sambil merentangkan tidak bersalah. Tapi semua itu berhenti ketika Steffy berteriak, “Bodoh! Alien! Mengapa memanggil anjingmu dengan namaku? Mengapa menanyakan hal itu pada anjingmu tidak padaku? Tidakkah kau tahu aku sedang menunggu itu? Tidakkah kau tahu betapa kekuatan yang harus ku luahkan untuk meyakinkan diriku bahwa kau sedang bercanda ketika kau mengatakan hal-hal sejenis, ‘Kau menjadi istriku’ atau ‘aku suamimu’? Bodoh! Bodoh!”
“Maafkan aku… Steffy, kau mau jadi pacarku?”, kata Dio sambil menggenggam bahu Steffy dengan wajah serius.
“Aku lebih berharap menjadi alien daripada membiarkanmu mengeluarkan isi hatimu dengan seekor anjing”, Steffy tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya. “Jika Dio mengerti kalimat ini”, bisik hatinya kemudian.

Vanilla

1 comment:

vanilla said...

ahaaam!! kacau ceritanya >,<
...
...
...
:"I